
APATISME MASYARAKAT SEBAGAI PENGHAMBAT PENANGANAN COVID-19
Oleh : Dr. dr. Ampera Matippanna,S.Ked.MH (Dokter fungsional Ahli Madya BPSDM Provinsi Sulawesi Selatan)
Sudah setahun lebih pandemi covid-19 melanda negeri ini, namun belum juga memperlihatkan tanda-tanda akan usainya wabah ini. Kasus-kasus korban covid-19 masih terus bertumbangan dan meminta korban jiwa. Covid-19 ibarat mesin pembunuh yang setiap saat dapat melumpuhkan pertahanan manusia dan menjadikannya tumbal bagi mereka yang mengabaikan kehadirannya.
Adanya fluktuasi kasus-kasus covid-19 di setiap daerah atau negara menjadi sebuah pertanda bahwa kehadirannya masih tetap eksis, sehingga harus menjadi perhatian serius bagi setiap orang untuk turut serta dalam upaya-upaya pencegahan dan pemutusan rantai penularan covid-19. Karena jika tidak, maka jangan pernah bermimpi Covid-19 akan usai.
Salah satu fenomena yang menggejala dalam masyarakat yang berpotensi kuat sebagai penghambat upaya pencegahan dan pemutusan rantai penularan Covid-19 ini adalah adanya sikap apatis yang sangat berlebihan sehingga mereka terkesan masa bodoh, cuek dan tidak percaya terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap upaya pencegahan dan pemutusan rantai penularan Covid-19.
Apatisme merupakan suatu kondisi psikologis dimana seseorang menjadi kehilangan motivasi, tidak perduli dengan situasi dan kondisi lingkungannya dan kehilangan pengharapan. Orang yang apatis adalah orang yang sedang dalam keadaan frustrasi atau depresi yang berlangsung cukup lama. Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung setahun lebih dan berbagai regulasi yang membatasi aktivitas sosial dan economi menjadi salah satu penyebab apatis masyarakat, sehingga mereka bersikap masa bodoh, tidak perduli dan tidak ber pengharapan lagi.
Beberapa hal yang dapat menjadi pemicu sikap apatis masyarakat antara lain adanya kebijakan-kebijakan yang saling tumpang tindih yang membuat masyarakat menjadi kebingungan. Misalnya disatu sisi adanya larangan untuk mudik namun dilain sisi aktivitas rekreasi tetap dibolehkan. Contoh lainnya adanya larangan untuk beribadah ditempat ibadah, namun aktivitas mall dan warkop tetap terbuka.
Selain karena adanya aturan yang terkesan tumpang tindih, adanya informasi hoax yang sangat intens yang terkadang diserap mentah-mentah oleh masyarakatmasyarakat, sehingga membuat mereka menjadi tidak percaya terhadap upaya dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini membuat mereka menjadi masa bodoh dan tidak perduli lagi terhadap covid-19.
Hal lain yang juga dapat memicu sikap apatis adalah kurangnya dukungannya dan sikap keteladanan dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan pemuda dalam berperilaku PHBS khususnya terhadap protokol kesehatan, sehingga , masyarakatpun turut mengikuti pola perilaku mereka.
Berikut hal yang dapat memicu sikap apatis masyarakat adalah pola penegakan hukum yang juga terkesan tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat sehingga membuat mereka memberi respon negatif dan kontra produktif terhadap kebijakan dan aturan yang dibuat pemerintah.
Dampak dari sikap apatis ini terutama adalah sikap penolakan terhadap kebijakan pemerintah dan mengabaikan protokol kesehatan, sehingga berpotensi untuk terpapar covid-19 dan membagikannya kepada orang lain, sehingga rantai penularan terus terjadi, korban terus berjatuhan dan pandemi covid-19 semakin berkepanjangan.
Agar sikap apatisme tidak semakin berlarut-larut di masyarakat, maka setidaknya dapat dilakukan upaya-upaya untuk menggugah kesadaran masyarakat dengan sentuhan edukasi yang professional dari para relawan covid yang kompeten, pendekatan perubahan perilaku dari tokoh masyarakat, pelibatan tenaga professional kesehatan dalam upaya promosi kesehatan komunitas, dan pengambilan kebijakan publik dan pembuatan regulasi yang tetap memperhitungkan rasa keadilan masyarakat. Sinergitas dari upaya-upaya ini diharapkan dapat membangun motivasi masyarakat untuk turut berperan aktif dalam menghadapi pandemi ini.
Keterlibatan masyarakat dalam upaya kesehatan adalah sebuah kewajiban moral dan kewajiban hukum yang harus dipikul oleh setiap orang sebagai warga negara dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.